Yang Lalu Biarkan Berlalu
Di ruang tamu kos-kosan, Nezi berdiri menyambut kedatanganku.
“Cho, ada telepon nih!”
“Dari siapa?” sambil aku meletakkan tas di meja.
“Didi”.
Kuambil handphone dari tangannya, dan kemudian, reject!
“Lho, Cho?” kata Nezi kebingungan melihat apa yang baru saja aku lakukan.
Aku naik ke lantai atas menuju kamarku sambil sedikit berteriak sebal. “Lain kali kalau dia telepon lagi, katakana saja salah sambung. Yang penting aku nggak mau terima telepon itu.”
“Memangnya Didi itu siapa sich? Kok kamu sampai segitunya?”
“Nggak tahu tuh! Orang gila kali!”
Untuk kelima puluh kalinya Didi meneleponku. Seseorang yang sudah lama hilang dari pikiranku. Semua itu berawal dari pertemuan yang tak disengaja di toko buku bulan lalu. 
Aku tak sempat menghindarinya karena jarak kami sangat dekat dan dia langsung mengenaliku.
“Chosa?”
Aku menatapnya sambil penasaran. “Maaf, siapa?”
“Ini aku, Didi.”
“Didi yang mana ya?”
“Ya Allah…. Memang ada berapa Didi sich di kehidupanmu?” mulai seorang cowok yang PD.
“Maaf sepertinya kamu salah orang,” aku hampir saja meninggalkannya, tetapi tangan Didi menahanku.
“Cho? Kamu benar-benar nggak ingat sama aku?” dia mendesak.
Aku memikirkan segala cara untuk bisa pergi dari sana. Dengan sikapku yang cuek, aku menjawab dengan sinis, “Ada seorang Didi yang dulu pernah ku kenal, tapi dia sudah meninggal. Lalu, kamu siapa? Hantunya?”
Dia kaget mndengar jawabanku dan membiarkan aku pergi.
Kemudian Didi menghubungiku ke rumah. Aku tak mengira kalau dia masih mengingat nomor telepon rumahku. Vasa, adikku yang baik tapi terkadang menyebalkan memberitahukan padanya bahwa aku kos dibelakang kampusku dan memberikan nomor telepon. Aku ingin sekali mengacak-acak rambutnya sampai tak bisa dirapikan lagi.
Didi adalah sebuah kisah menyeramkan di masa SMA yang ingin sekali ku lupakan dan kubuang jauh kisah itu. Karena merasa ganteng, dia sangat PD. Katanya, aku beruntung sekali dipilih jadi pacarnya. Masih banyak cewek yang lain yang lebih cantik, baik dan yang lebih segalanya serta pantas digandengnya. Bukan seperti aku, gendut, dan jelek. 
Aku nggak tahu dimana letak keberuntungan yang dimaksudkan oleh Didi. Ketika cewek-cewek satu sekolah melirik iri dan benci denganku. Ketika Inda, cewek terpopuler di sekolah melabrakku di kamar mandi sekolah dan mengancamku agar menjauhi Didi. Atau ketika Didi bergandengan dengan cewek lain pergi berdua sedangkan aku menunggunya di rumah sampai ketiduran? Dua setengaj bulan aku bersamanya, tapi aku tak pernah merasa bahagia.
Nezi menganggukkan kepalanya pertanda dia mengerti. “Ow… jadi begitu ceritanya? Sombong juga tu cowok! Secakep apa sih orangnya Cho? Fotonya masih ada?”
“Huft! Nggak penting!”

“Cowok ganteng….keren….cool…..!!!! Cho! Arah jam tiga,” bisik Nezi.
Aku tak memperhatikannya. Memang akhir-akhir ini Nezi sering aneh. Semua cowok dia bilang cakeplah, gantenglah, cool-lah.
“Yakin Nez sama matamu? Nggak ada yang salah?” sambil aku melahap potongan roti terakhir.
“Cho! Dia kesini! Cakep….!!”
Aku mengangkat mukaku. Tidak! Badanku mulai lemas.
Nezi sibuk merapikan dandanannya. “Gimana Cho? Aku udah rapi belum?”
“Nezi!” aku membentaknya. “Nggak penting banget tau! Itu si Playboy yang baru aja aku bilang!”
Nezi kaget, tapi matanya tak lepas dari cowok yang mulai mendekati meja kami. “Ya Allah… dia kayak pangeran.”
“Pangeran kodok! Ambil sana kalau mau!” aku beranjak dari kursiku. Tetapi Didi menghalangiku.
“Mau pergi kemana Cho?” tanyanya sok baik.
“Bukan urusan kamu!” aku menjawabnya dengan ketus.
“Cho, aku mau bicara sebentar sama kamu.”
“Ngomong aja sama meja sana!” dan aku memaksanya menyingkir dariku.

Sampai di kos-kosan aku marah-marah. Tasha dan Shinta, sesama penghuni kos, gemetar.
“Maaf, Cho. Tapi kita kan nggak bisa bohong terus,” Shinta berkata lirih, takut dibentak. 
“Siapa yang bilang bohong? Kalian membantuku mencegah bencana dan malapetaka! Inisiatif kek, bilang ini kantor pos kek, kantor polisi kek, pemadam kebakaran kek, yang penting bukan kosanku!” aku masih marah-marah.
“Kalau kehabisan kata-kata?”
“Tutup aja teleponnya.”
“Tadi dia datang kesini Cho. Bukan telepon.”
Aku benar-benar lemas. Kenekatan ini harus dihentikan. Kemudian aku naik ke atas menuju kamarku untuk istirahat.

Nezi mengelus rambut dan keningku. “Aku minta maaf untuk Tasha dan Shinta,Cho. Mereka nggak sepenuhnya salah. Kamu nggak bisa melibatkan semua orang dalam masalahmu.”
“Udah terlambat,” jawabku lesu. “Lagipula Didi sudah berani datang kesini.”
“Sekarang saja dia sudah ada di ruang tamu, menunggumu.”
“Apa?”
“Cho, jangan lari terus. Capek. Beri Didi kesempatan sekali ini saja untuk bicara. Dia kan punya perasaan juga. Siapa tau dia mau minta maaf sama kamu.”
Perkataan Nezi masuk akal. Aku berdiri dan menuju kamar mandi. Teringat ucapan Mama, jangan terlalu kasar sama cowok.
Sambil membasuh mukaku, aku menyiapkan kalimat-kalimat yang mungkin akan ku bicarakan dengan Didi. Cho, kita balikan kayak dulu yuk. Nggak usah ya. Maafin aku ya, Cho. Udah kebanyakan minta maaf!. Kamu udah punya pacar baru,Cho? Heh, kamu kira aku nggak laku?
Kepalaku sudah mulai berdenyut saat aku menjumpai Didi di ruang tamu. Kubalas senyumnya walaupun sedikit memaksa dengan sedikit tanda untuk menyuruhnya pergi dari sana.
“Maaf Cho, aku ganggu kamu.” Bener kan? Cowok kayak gini mana mungkin minta maaf sama kesalahannya yang dulu? Inget aja juga nggak.
“Langsung aja,” aku menghela nafas.
“Begini,” Didi mendekatiku. Aku membuang muka, walaupun sempat melirik sesuatu berwarna merah di tangannya. Ya Allah! Dulu kami pernah surat-suratan dengan kertas berwarna merah juga. Apa dia ingin mengingatkanku tentang masa lalu?
“Mudah-mudahan kamu mau…”
Aku menoleh padanya, siap untuk mengeluarkan segala kemarahanku.
“…hadir di pesta pernikahanku bulan depan. Aku telah melamar Nirma. Kamu masih ingat Nirma kan?”
Kutajamkan mata pada apa yang dibawanya. Sehelai kartu undangan.


0 komentar:

Posting Komentar

award ku....


jihan
fbycom

My Signature...

PENGIKUT QUE

KATA BLOGGER !!!


ShoutMix chat widget

About this blog

haei...

ni blog gak tau juga sbener na ttg upu

ya campur2 lah....

thanks udah berkunjung

thanks bgt buat yg ud folloewqu

Blog Archive